Pada masa sekarang, globalisasi telah menjadi sorotan sekaligus menjadi masalah yang menjadi tantangan bagi Indonesia. Kehadiran Negara-negara maju yang ikut berkompetensi di sektor perekonomian liberal dengan kekuatan ekonominya, tentu lebih kuat apabila dibandingkan dengan Negara berkembang seperti Indonesia. Perusahaan-perusahaan multinasional dalam menjalankan usahanya di negara penerima modal selain memberikan dampak positif kepada Negara penerima modal, pada faktanya dapat pula memberikan dampak negatif. Dampak negatif yang dimaksud keberadaan perusahaan multinasional selain Negara penerima modal hanya sebagai pelayan Negara pemberi modal, keberadaan perusahaan asing disektor pertambangan mineral dan batubara dapat merusak dan menghabiskan sumber daya alam Indonesia.
Sumber daya alam Indonesia di sektor pertambangan mineral dan batubara ini penting untuk keberlanjutanya demi generasi bangsa, melatarbelakangi sumber daya pertambangan mineral dan batubara adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga penggunaanya perlu dibatasi dan di pertimbangkan akan keberlanjutanya. Alasan lain keberadaan sumber daya pertambangan mineral dan batubara, sebagai salah satu sumber daya alam, penguasaanya ada pada Negara. Hal ini telah diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, yang secara tegas berbunyi “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, menurut Peneliti dapat menjadi budaya hukum terkait kedaulatan Negara Indonesia terhadap sumber daya alam yang mewakili rakyatnya untuk dapat mewujudkan kesejahteraan, hal ini sebagaimana tafsir Peneliti terhadap pendapat Prof Ade Saptomo yang menjelaskan bahwa budaya hukum selain nilai bersama, telah meberikan alasan selain dapat dimaknai sebagai nilai bersama, budaya hukum menjadi seperangkat gagasan, norma yang menjadi pedoman berucap, berperilaku, dan bertindak sesuai dengan sebagian besar warga masyarakat.
Kedaulatan Negara terhadap sumber daya alam merupakan amanah konstitusi dan hasil kesepakatan seluruh rakyat Indonesia, karena dengan sampai dengan saat ini keberadaanya tetap dipertahankan meskipun sudah lebih dari 50 (lima puluh) tahun merdeka, maka dari itu Negara harus mempergunakan sebaik-baiknya sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan terhadap rakyatnya sehingga dapat sejalan dengan budaya hukum masyarakat Indonesia, sedangkan intepretasi kedaulatan negara sebagai cara mewujudkan kesejahteraan terhadap rakyatnya dapat dilakukan dengan diterbitkanya Undang-Undang.
Undang-Undang di sektor sumber daya pertambangan mineral dan batubara saat ini telah diatur melalui Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara, maupun perubahanya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kedua undang-undang ini, pada salah satu pasalnya yaitu Pasal 112 secara singkat mengatur keberadaan perusahaan asing atau mengurangi jumlah perusahaan asing di sektor pertambangan mineral dan batubara dengan cara mewajibkan modal yang divestasi/dijual kepada pihak Indonesia.
Bebebrapa perusahaaan asing di sektor pertambangan mineral dan batubara dapat seperti PT Freeport Indonesia, PT Kaltim Prima Coal maupun PT Newmont Nusa Tenggara. Ketiga perusahaan asing tersebut telah menjalankan kewajibanya dengan mendivestasikan sahamnya kepada pihak Indonesia, seperti salah satu perusahaan yang berhasil diakuisisi yaitu PT Freepot Indonesia oleh PT Inalum selaku perusahaan milik Pemerintah Indonesia.
Negara dalam mewujudkan kesejahteraan disektor sumber daya alam, dengan memberikan kedaulatanya kepada salah satu di sektor pertambangan mineral dan batubara sudahlah tepat, karena intepretasi kedaulatan Negara terhadap sumber daya pertambangan mineral dan batubara yang dilakukan melalui regulasinya telah berhasil membatasi perusahaan asing dengan cara menjual atau mendivestasikan sahamnya kepada pihak Indonesia.
